Welcome to Vigilance!

Are you looking for a free WordPress theme that is clean, elegant, optimized, dripping with features, and completely customizable? What if we told you this flexible SEO powerhouse was coded to the latest web standards and checked in at a lean 127KB?

Mufti Hambali : Muhamad bin Abdil Wahab Membunuh Secara Terang-Terangan dan Sembunyi-Sembunyi

0 komentar
(Diambil dari kitab فضائح الوهابية Syaikh Fathi Al-Mishri Al-Azhari)

Seorang mufti madzhab Hanbali Syaikh Muhammaad bin Abdullah bin Humaid an-Najdi (w.1225 H) dalam kitabnya al-Suhubu al-Wabilah ‘ala Dhara-ih al-Hanabilah berkata tentang Muhammad bin Abdul Wahhab:

"Sesungguhnya dia (Muhammad bin Abdul Wahhab) apabila berselisih dengan seseorang dan tidak bisa membunuhnya terang-terangan maka ia mengutus seseorang untuk membunuhnya ketika dia tidur atau ketika ia berada di pasar pada malam hari. Ini semua dia lakukan karena ia mengkafirkan orang yang menentangnya dan halal untuk dibunuh.”

(Muhammad al-Najdi, al-Suhubu al-Wabilah ‘ala Dhara-ih al-Hanabilah, Maktabah al-Imam Ahmad, hal. 276).

Wahabi Membunuh Sejumlah Ulama Sunni

0 komentar
- Pada saat kebangkitan wahabi di kota Tha'if mereka turut bertindak ganas terhadap ulama Islam di terhadap ulama islam di kota tha'if dan ulama islam yang berdekatan dengannya termasuk Ulama Islam di Mekkah dan Madinah mati di bunuh oleh wahabi berdasarkan fakta sejarah. Pada Masa itu wahabi telah membunuh dan menyembelih ulama islam dalam jumlah yang banyak diantaranya adalah :

1. Mufti Makkah Al Mukarromah Mazhab Syafii yang bernama Syaikh Abdullah Az Zawawi telah wafat di bunuh oleh wahabi dengan kejam di depan rumahnya dengan cara menyembelih Sang Mufti.

2. Seorang Qodhiy bernama Abdullah Abul Khoir pun wafat di bunuh wahabi kala itu.

3. Syaikh Ja'far Asy Syaibi dan beberapa ulama Islam bersamanya di bunuh oleh Wahabi dengan cara penyembelihan yang dilakukan dengan kejam oleh pemimpin militer terntara wahabi kala itu.

Peristiwa kejam tersebut terjadi pada tahun 1218 Hijriyah bertepatan dengan tahun 1802 Hijriyah1802 Masehi.

Rujukan :
 Kitab sejarah yang mu'tadil yang berjudul "Al-Awroq Al-Baghdadiyyah Fi Al-Hawadith An-Najdiyyah susunan As Sayyid Ibrahim Ar-Rawi Ar-Rifa'iy 2-4 cetakan An-Najah Baghdad Iraq Tahun 1345 Hijriyyah.

Habib Rizieq : Hartono Ahmad Jaiz Kekanak-Kanakkan

3 komentar

Hartono Ahmad Jaiz Ciut di Semprot KH Thobari Syadzili (Cucunya Syaikh Nawawi Al Bantani)

7 komentar

Kamis, 10 Januari 2011 M / 1432 H. Tim densus 99 sarkub anti teror aqidah korwil DKI jakarta dipimpin KH. Thobary & Ade Muslimin dkk berhasil menyusup disela acara Bedah Buku: “Kuburan – Kuburan Keramat di Nusantara” oleh Hartono Ahmad Jaiz (Wahhabi Salafi), berikut hasilnya:

Hartono Ahmad Jaiz sedang memaparkan

Kata Hartono Ahmad Jaiz (Wahabi Salafi) dalam bukunya “Kuburan-Kuburan Keramat di Nusantara” halaman 271 dia menyebutkan sebagai berikut:
” Tidak boleh bertabarruk dengan orang shalih, baik dengan dzatnya, bekasnya, tempat ibadahnya, tempat berdirinya, kuburnya dan juga tidak boleh melakukan perjalanan jauh untuk mengunjungi kuburnya. Tidak boleh shalat di samping kuburnya, meminta berbagai keperluan, mengusap, dan beri’tikaf di sisinya. Juga tidak boleh bertabarruk dengan hari atau tempat kelahiran mereka. Barangsiapa melakukan itu untuk bertaqarrub kepada mereka dengan keyakinan bahwa mereka dapat memberikan manfa’at dan madharat, maka dia telah berbuat syirik besar. Sedangkan yang meminta keberkahan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan perantaraan mereka, maka dia telah melakukan bid’ah yang mungkar “.

Selain itu, kata Hartono Ahmad Jaiz: Berbondong-bondong “Ngalap’ berkah ke kuburan wali bukan tradisi Islam, tapi tradisi Hindu. Olehkarena itu, dia menghukumi musyrik. Jadi, umat Islam termasuk para ulama, kyai dan haba’ib yang suka ziarah ke makam-makam keramat pada musyrik duuunk …. Sembarangan aja ya kalau ngomong. Kaya dirinya paling suci n benar aja dalam beribadah.

Hartono Ahmad Jaiz (Wahhabi Salafi) sedang menerangkan isi bukunya, tapi dia gak menguasai materi masalah. Sebentar2 lihat buku, sebentar2 lihat. Padahal dia sendiri kan yang menulis buku itu. Berarti mungkin pak Hartono Ahmad Jaiz ini ilmunya cuma copas aja kali ya? Hmmm….

KH. Thobary beri bantahan bikin ciut nyali si Hartono Jaiz

Dikarenakan Hartono Ahmad Jaiz sudah keterlaluan menghina dan melecehkan para peziarah dan eksistensi atau keberadaan makam-makam keramat di bumi Nusantara termasuk makam-makam Wali Songo, akhirnya ketika ada sessi tanya jawab saya langsung tampil ke muka sambil membawa kitab “Tarikh Baghdad / تاريخ البغدادى” karya Al-Hafidz Abi Bakar Ahmad bin Ali Al-Khatib Al-Baghdadi (24 jilid) jilid 1 halaman 123 mengenai dibolehkannya masalah “Tabarruk” (mengambil berkah) ke makam waliyullah. Dalam penampilan di forum itu akhirnya saya terpaksa bersikap sombong dikarenakan Hartono Ahmad Jaiz sudah keterlaluan sekali. Kata saya di hadapan Hartono dan para Wahabi Salafi: Ini saya bawakan dalil di kitab “Tarikh Baghdad” mengenai dibolehkannya tabarruk ke makam waliyullah. Ini baru saya bawa satu kitab dan saya punya kitab 10 lemari besar di rumah. Seandainya kitab2 tersebut di bawa ke sini, mungkin ada semobil yg membicarakan masalah dibolehkannya ziarah kubur. Melihat sikap tegas saya itu, kelihatannya Hartono Ahmad Jaiz nyalinya jadi ciut.

KH Thobari Syadzili menuturkan :
Ada seorang Wahhabi Salafi ngotot sama saya. Katanya: sekarang banyak hadits2 dho’if beredar di masyarakat. Kata saya: Bawa aja kitabnya sama saya ! Kitab apa, karangan siapa, jilid berapa n halaman berapa?. Nanti nte bacakan ya isinya sama saya !. Wahhabi Salafi belagu n sok pinter dech. Hehehe …

Wahabi kroco ngotot bin ngeyel

Foto bersama sebagai bukti & fakta nyata

sumber : http://www.sarkub.com/densus-99-sarkub/densus-hartono/#axzz2KRb3Fkmy

Kerancuan Albani 2

1 komentar
Albani berkata  :

“Hadits-hadits shohih yang dikumpulkan oleh Bukhori dan Muslim bukan karena diriwayatkan oleh mereka tapi karena hadits-hadits tersebut sendiri shohih”. !
 (Syarh Al-Aqidah at-Tahawiyyah halaman 27-28 cetakan  ke 8 Maktab Al-Islami)

Meskipun sudah mengatakan bahwa hadits yang di kumpulkan oleh Bukhari Muslim adalah shahih telah nyata dia sudah berlawanan dengan ucapannya sendiri.

Hadits “Korbanlah satu sapi muda kecuali kalau itu sukar buatmu maka korbanlah satu domba jantan”

Al-Albani berkata Daeef Al-Jami wa Ziyadatuh, 6/64 nr. 6222 bahwa hadits ini lemah. Walaupun hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim didalam Shahih Muslim nr.1963 dalam versi bahasa Arab yang versi bahasa Inggris 3/4836 hal.1086).  Hadits ini juga di riwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud, Nasa’i dan Ibnu Majah dari Jabir ra.


Kerancuan Albani 1

0 komentar
Albani berkata  :

“Hadits-hadits shohih yang dikumpulkan oleh Bukhori dan Muslim bukan karena diriwayatkan oleh mereka tapi karena hadits-hadits tersebut sendiri shohih”. !
 (Syarh Al-Aqidah at-Tahawiyyah halaman 27-28 cetakan  ke 8 Maktab Al-Islami)

Meskipun sudah mengatakan bahwa hadits yang di kumpulkan oleh Bukhari Muslim adalah shahih telah nyata dia sudah berlawanan dengan ucapannya sendiri.

Sabda Rasulullah saw. bahwa Allah swt.berfirman:
Aku musuh dari 3 orang pada hari kebangkitan ; a) Orang yang mengadakan perjanjian atas NamaKu, tetapi dia sendiri melakukan pengkhianatan atasnya b) Orang yang menjual orang yang merdekasebagai budak dan makan harta hasil penjualan tersebut c) orang yang mengambil buruh untuk dikerjakan dan bekerja penuh untuk dia, tapi dia tidak mau membayar gajihnya.

Albani yang berkata dalam Dhaif Al-jami wa Ziyadatuh 4/111 nr. 4054. bahwa hadits ini lemah. Dia (Al-Albani) memahami hanya sedikit tentang hadits, hadits diatas ini diriwayatkan oleh Ahmad dan Bukhori dari Abu Hurairah ra.

Shahih Imam Bukhori No 2114 dalam versi bahasa Arab atau dalam versi bahasa Inggris 3/430 hal. 236)

Akal-Akalan Wahabi Dalam Membagi Tauhid Menjadi 3

0 komentar

Pendapat kaum Wahabi yang membagi tauhid kepada tiga bagian; tauhid Ulûhiyyah, tauhid Rubûbiyyah, dan tauhid al-Asmâ’ Wa ash-Shifât adalah bid’ah batil yan menyesatkan. Pembagian tauhid seperti ini sama sekali tidak memiliki dasar, baik dari al-Qur’an, hadits, dan tidak ada seorang-pun dari para ulama Salaf atau seorang ulama saja yang kompeten dalam keilmuannya yang membagi tauhid kepada tiga bagian tersebut. Pembagian tauhid kepada tiga bagian ini adalah pendapat ekstrim dari kaum Musyabbihah masa sekarang; mereka mengaku datang untuk memberantas bid’ah namun sebenarnya mereka adalah orang-orang yang membawa bid’ah.

Di antara dasar yang dapat membuktikan kesesatan pembagian tauhid ini adalah sabda Rasulullah:

أمِرْتُ أنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتىّ يَشْهَدُوْا أنْ لاَ إلهَ إلاّ اللهُ وَأنّيْ رَسُوْل اللهِ، فَإذَا فَعَلُوْا ذَلكَ عُصِمُوْا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وأمْوَالَهُمْ إلاّ بِحَقّ (روَاه البُخَاريّ)

“Aku diperintah untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada Tuhan (Ilâh) yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwa saya adalah utusan Allah. Jika mereka melakukan itu maka terpelihara dariku darang-darah mereka dan harta-harta mereka kecuali karena hak”. (HR al-Bukhari).

Dalam hadits ini Rasulullah tidak membagi tauhid kepada tiga bagian, beliau tidak mengatakan bahwa seorang yang mengucapkan “Lâ Ilâha Illallâh” saja tidak cukup untuk dihukumi masuk Islam, tetapi juga harus mengucapkan “Lâ Rabba Illallâh”. Tetapi makna hadits ialah bahwa seseorang dengan hanya bersaksi dengan mengucapkan “Lâ Ilâha Illallâh”, dan bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah maka orang ini telah masuk dalam agama Islam. Hadits ini adalah hadits mutawatir dari Rasulullah, diriwayatkan oleh sejumlah orang dari kalangan sahabat, termasuk di antaranya oleh sepuluh orang sahabat yang telah medapat kabar gembira akan masuk ke surga. Dan hadits ini telah diriwayatkan oleh al-Imâm al-Bukhari dalam kitab Shahih-nya.

Tujuan kaum Musyabbihah membagi tauhid kepada tiga bagian ini adalah tidak lain hanya untuk mengkafirkan orang-orang Islam ahi tauhid yang melakukan tawassul dengan Nabi Muhammad, atau dengan seorang wali Allah dan orang-orang saleh. Mereka mengklaim bahwa seorang yang melakukan tawassul seperti itu tidak mentauhidkan Allah dari segi tauhid Ulûhiyyah. Demikian pula ketika mereka membagi tauhid kepada tauhid al-Asmâ’ Wa ash-Shifât, tujuan mereka tidak lain hanya untuk mengkafirkan orang-orang yang melakukan takwil terhadap ayat-ayat Mutasyâbihât. Oleh karenanya, kaum Musyabbihah ini adalah kaum yang sangat kaku dan keras dalam memegang teguh zhahir teks-teks Mutasyâbihât dan sangat “alergi” terhadap takwil. Bahkan mereka mengatakan: “al-Mu’aw-wil Mu’ath-thil”; artinya seorang yang melakukan takwil sama saja dengan mengingkari sifat-sifat Allah. Na’ûdzu Billâh.

Dengan hanya hadits shahih di atas, cukup bagi kita untuk menegaskan bahwa pembagian tauhid kepada tiga bagian di atas adalah bid’ah batil yang dikreasi oleh orang-orang yang mengaku memerangi bid’ah yang sebenarnya mereka sendiri ahli bid’ah. Bagaimana mereka tidak disebut sebagai ahli bid’ah, padahal mereka membuat ajaran tauhid yang sama sekali tidak pernah dikenal oleh orang-orang Islam?! Di mana logika mereka, ketika mereka mengatakan bahwa tauhid Ulûhiyyah saja tidak cukup, tetapi juga harus dengan pengakuan tauhid Rubûbiyyah?! Bukankah ini berarti menyalahi hadits Rasulullah di atas?! Dalam hadits di atas sangat jelas memberikan pemahaman kepada kita bahwa seorang yang mengakui ”Lâ Ilâha Illallâh” ditambah dengan pengakuan kerasulan Nabi Muhammad maka cukup bagi orang tersebut untuk dihukumi sebagai orang Islam. Dan ajaran inilah yang telah dipraktekan oleh Rasulullah ketika beliau masih hidup. Apa bila ada seorang kafir bersaksi dengan ”Lâ Ilâha Illallâh” dan ”Muhammad Rasûlullâh” maka oleh Rasulullah orang tersebut dihukumi sebagai seorang muslim yang beriman. Kemudian Rasulullah memerintahkan kepadanya untuk melaksanakan shalat sebelum memerintahkan kewajiban-kewajiban lainnya; sebagaimana hal ini diriwayatkan dalam sebuah hadits oleh al-Imâm al-Bayhaqi dalam Kitâb al-I’tiqâd. Sementara kaum Musyabbihah di atas membuat ajaran baru; mengatakan bahwa tauhid Ulûhiyyah saja tidak cukup, ini sangat nyata telah menyalahi apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah. Mereka tidak paham bahwa ”Ulûhiyyah” itu sama saja dengan ”Rubûbiyyah”, bahwa ”Ilâh” itu sama saja artinya dengan ”Rabb”.

Kemudian kita katakan pula kepada mereka; Di dalam banyak hadits diriwayatkan bahwa di antara pertanyaan dua Malaikat; Munkar dan Nakir yang ditugaskan untuk bertanya kepada ahli kubur adalah: ”Man Rabbuka?”. Tidak bertanya dengan ”Man Rabbuka?” lalu diikutkan dengan ”Man Ilahuka?”. Lalu seorang mukmin ketika menjawab pertanyaan dua Malaikat tersebut cukup dengan hanya berkata ”Allâh Rabbi”, tidak harus diikutkan dengan ”Allâh Ilâhi”. Malaikat Munkar dan Nakir tidak membantah jawaban orang mukmin tersebut dengan mengatakan: ”Kamu hanya mentauhidkan tauhid Rubûbiyyah saja, kamu tidak mentauhidkan tauhid Ulûhiyyah!!”. Inilah pemahaman yang dimaksud dalam hadits Nabi tentang pertanyaan dua Malaikat dan jawaban seorang mukmin dikuburnya kelak. Dengan demikian kata ”Rabb” sama saja dengan kata ”Ilâh”, demikian pula ”tauhid Ulûhiyyah” sama saja dengan ”tauhid Rubûbiyyah”.
Dalam kitab Mishbâh al-Anâm, pada pasal ke dua, karya al-Imâm Alawi ibn Ahmad al-Haddad, tertulis sebagai berikut:

”Tauhid Ulûhiyyah masuk dalam pengertian tauhid Rubûbiyyah dengan dalil bahwa Allah telah mengambil janji (al-Mîtsâq) dari seluruh manusia anak cucu Adam dengan firman-Nya ”Alastu Bi Rabbikum?”. Ayat ini tidak kemudian diikutkan dengan ”Alastu Bi Ilâhikum?”. Artinya; Allah mencukupkannya dengan tauhid Rubûbiyyah, karena sesungguhya sudah secara otomatis bahwa seorang yang mengakui ”Rubûbiyyah” bagi Allah maka berarti ia juga mengakui ”Ulûhiyyah” bagi-Nya. Karena makna ”Rabb” itu sama dengan makna ”Ilâh”. Dan karena itu pula dalam hadits diriwayatkan bahwa dua Malaikat di kubur kelak akan bertanya dengan mengatakan ”Man Rabbuka?”, tidak kemudian ditambahkan dengan ”Man Ilâhuka?”. Dengan demikian sangat jelas bahwa makna tauhid Rubûbiyyah tercakup dalam makna tauhid Ulûhiyyah.

Di antara yang sangat mengherankan dan sangat aneh adalah perkataan sebagian pendusta besar terhadap seorang ahli tauhid; yang bersaksi ”Lâ Ilâha Illallâh, Muhammad Rasulullah”, dan seorang mukmin muslim ahli kiblat, namun pendusta tersebut berkata kepadanya: ”Kamu tidak mengenal tahuid. Tauhid itu terbagi dua; tauhid Rubûbiyyah dan tauhid Ulûhiyyah. Tauhid Rubûbiyyah adalah tauhid yang telah diakui oleh oleh orang-orang kafir dan orang-orang musyrik. Sementara tauhid Ulûhiyyah adalah adalah tauhid murni yang diakui oleh orang-orang Islam. Tauhid Ulûhiyyah inilah yang menjadikan dirimu masuk di dalam agama Islam. Adapun tauhid Rubûbiyyah saja tidak cukup”. Ini adalah perkataan orang sesat yang sangat aneh. Bagaimana ia mengatakan bahwa orang-orang kafir dan orang-orang musyrik sebagai ahli tauhid?! Jika benar mereka sebagai ahli tauhid tentunya mereka akan dikeluarkan dari neraka kelak, tidak akan menetap di sana selamanya, karena tidak ada seorangpun ahli tauhid yang akan menetap di daam neraka tersebut sebagaimana telah diriwayatkan dalam banyak hadits shahih. Adakah kalian pernah mendengar di dalam hadits atau dalam riwayat perjalanan hidup Rasulullah bahwa apa bila datang kepada beliau orang-orang kafir Arab yang hendak masuk Islam lalu Rasulullah merinci dan menjelaskan kepada mereka pembagian tauhid kepada tauhid Ulûhiyyah dan tauhid Rubûbiyyah?!

Dari mana mereka mendatangkan dusta dan bohong besar terhadap Allah dan Rasul-Nya ini?! Padalah sesungguhnya seorang yang telah mentauhidkan ”Rabb” maka berarti ia telah mentauhidkan ”Ilâh”, dan seorang yang telah memusyrikan ”Rabb” maka ia juga berarti telah memusyrikan ”Ilâh”. Bagi seluruh orang Islam tidak ada yang berhak disembah oleh mereka kecuali ”Rabb” yang juga ”Ilâh” mereka. Maka ketika mereka berkata ”Lâ Ilâha Illallâh”; bahwa hanya Allah Rabb mereka yang berhak disembah; artinya mereka menafikan Ulûhiyyah dari selain Rabb mereka, sebagaimana mereka menafikan Rubûbiyyah dari selain Ilâh mereka. Mereka menetapkan ke-Esa-an bagi Rabb yang juga Ilâh mereka pada Dzat-Nya, Sifat-sifat-Nya, dan pada segala perbuatan-Nya; artinya tidak ada keserupaan bagi-Nya secara mutlak dari berbagai segi”.

(Masalah): Para ahli bid’ah dari kaum Musyabbihah biasanya berkata: ”Sesungguhnya para Rasul diutus oleh Allah adalah untuk berdakwah kepada umatnya terhadap tauhid Ulûhiyyah; yaitu agar mereka mengakui bahwa hanya Allah yang berhak disembah. Adapun tauhid Rubûbiyyah; yaitu keyakinan bahwa Allah adalah Tuhan seluruh alam ini, dan bahwa Allah adalah yang mengurus segala peristiwa yang terjadi pada alam ini, maka tauhid ini tidak disalahi oleh seorang-pun dari seluruh manusia, baik orang-orang musyrik maupun orang-orang kafir, dengan dalil firman Allah dalam QS. Luqman:

وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ لَيَقُولَنَّ اللهُ (لقمان: 25)

“Dan jika engkau bertanya kepada mereka siapakah yang menciptakan seluruh lapisan langit dan bumi? Maka mereka benar-benar akan menjawab: “Allah” (QS. Luqman: 25)

(Jawab): Perkataan mereka ini murni sebagai kebatilan belaka. Bagaimana mereka berkata bahwa seluruh orang-orang kafir dan orang-orang musyrik sama dengan orang-orang mukmin dalam tauhid Rubûbiyyah?! Adapun pengertian ayat di atas bahwa orang-orang kafir mengakui Allah sebagai Pencipta langit dan bumi adalah pengakuan yang hanya di lidah saja, bukan artinya bahwa mereka sebagai orang-orang ahli tauhid; yang mengesakan Allah dan mengakui bahwa hanya Allah yang berhak disembah. Terbukti bahwa mereka menyekutukan Allah, mengakui adanya tuhan yang berhak disembah kepada selain Allah. Mana logikanya jika orang-orang musyrik disebut sebagai ahli tauhid?! Rasulullah tidak pernah berkata kepada seorang kafir yang hendak masuk Islam bahwa di dalam Islam terdapat dua tauhid; Ulûhiyyah dan Rubûbiyyah! Rasulullah tidak pernah berkata kepada seorang kafir yang hendak masuk Islam bahwa tidak cukup baginya untuk menjadi seorang muslim hanya bertauhid Rubûbiyyah saja, tapi juga harus bertauhid Ulûhiyyah! Oleh karena itu di dalam al-Qur’an Allah berfirman tentang perkataan Nabi Yusuf saat mengajak dua orang di dalam penjara untuk mentauhidkan Allah:

أَأَرْبَابٌ مُتَفَرّقُوْنَ خَيْرٌ أمِ اللهُ الْوَاحِدُ الْقَهّار (يوسف: 39

”Adakah rabb-rabb yang bermacam-macam tersebut lebih baik ataukah Allah (yang lebih baik) yang tidak ada sekutu bagi-Nya dan yang maha menguasai?!” (QS. Yusuf: 39).

Dalam ayat ini Nabi Yusuf menetapkan kepada mereka bahwa hanya Allah sebagai Rabb yang berhak disembah.
Perkataan kaum Musyabbihah dalam membagi tauhid kepada dua bagian, dan bahwa tauhid Ulûhiyyah (Ilâh) adalah pengakuan hanya Allah saja yang berhak disembah adalah pembagian batil yang menyesatkan, karena tauhid Rubûbiyyah adalah juga pengakuan bahwa hanya Allah yang berhak disembah, sebagaimana yang dimaksud oleh ayat di atas. Dengan demikian Allah adalah Rabb yang berhak disembah, dan juga Allah adalah Ilâh yang berhak disembah. Kata “Rabb” dan kata “Ilâh” adalah kata yang memiliki kandungan makna yang sama sebagaimana telah dinyatakan oleh al-Imâm Abdullah ibn Alawi al-Haddad di atas.

Dalam majalah Nur al-Islâm, majalah ilmiah bulanan yang diterbitkan oleh para Masyâyikh al-Azhar asy-Syarif Cairo Mesir, terbitan tahun 1352 H, terdapat tulisan yang sangat baik dengan judul “Kritik atas pembagian tauhid kepada Ulûhiyyah dan Rubûbiyyah” yang telah ditulis oleh asy-Syaikh al-Azhar al-‘Allamâh Yusuf ad-Dajwi al-Azhari (w 1365 H), sebagai berikut:

[[“Sesungguhnya pembagian tauhid kepada Ulûhiyyah dan Rubûbiyyah adalah pembagian yang tidak pernah dikenal oleh siapapun sebelum Ibn Taimiyah. Artinya, ini adalah bid’ah sesat yang telah ia munculkannya. Di samping perkara bid’ah, pembagian ini juga sangat tidak masuk akal; sebagaimana engkau akan lihat dalam tulisan ini. Dahulu, bila ada seseorang yang hendak masuk Islam, Rasulullah tidak mengatakan kepadanya bahwa tauhid ada dua macam. Rasulullah tidak pernah mengatakan bahwa engkau tidak menjadi muslim hingga bertauhid dengan tauhid Ulûhiyyah (selain Rubûbiyyah), bahkan memberikan isyarat tentang pembagian tauhid ini, walau dengan hanya satu kata saja, sama sekali tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah. Demikian pula hal ini tidak pernah didengar dari pernyataan ulama Salaf; yang padahal kaum Musyabbihah sekarang yang membagi-bagi tauhid kepada Ulûhiyyah dan Rubûbiyyah tersebut mengaku-aku sebagai pengikut ulama Salaf. Sama sekali pembagian tauhid ini tidak memiliki arti. Adapun firman Allah:

وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ لَيَقُولَنَّ اللهُ (لقمان: 25)

“Dan jika engkau bertanya kepada mereka siapakah yang menciptakan seluruh lapisan langit dan bumi? Maka mereka benar-benar akan menjawab: “Allah” (QS. Luqman: 25)
Ayat ini menceritakan perkataan orang-orang kafir yang mereka katakan hanya di dalam mulut saja, tidak keluar dari hati mereka. Mereka berkata demikian itu karena terdesak tidak memiliki jawaban apapun untuk membantah dalil-dalil kuat dan argumen-argumen yang sangat nyata (bahwa hanya Allah yang berhak disembah). Bahkan, apa yang mereka katakan tersebut (pengakuan ketuhanan Allah) ”secuil”-pun tidak ada di dalam hati mereka, dengan bukti bahwa pada saat yang sama mereka berkata dengan ucapan-ucapan yang menunjukan kedustaan mereka sendiri. Lihat, bukankah mereka menetapkan bahwa penciptaan manfaat dan bahaya bukan dari Allah?! Benar, mereka adalah orang-orang yang tidak mengenal Allah. Dari mulai perkara-perkara sepele hingga peristiwa-peristiwa besar mereka yakini bukan dari Allah, bagaimana mungkin mereka mentauhidkan-Nya?! Lihat misalkan firman Allah tentang orang-orang kafir yang berkata kepada Nabi Hud:

إِن نَّقُولُ إِلاَّ اعْتَرَاكَ بَعْضُ ءَالِهَتِنَا بِسُوءٍ (هود: 54)

”Kami katakan bahwa tidak lain engkau telah diberi keburukan atau dicelakakan oleh sebagian tuhan kami” (QS. Hud: 54).

Sementara Ibn Taimiyah berkata bahwa dalam keyakinan orang-orang musyrik tentang sesembahan-sesembahan mereka tersebut tidak memberikan manfaat dan bahaya sedikit-pun. Dari mana Ibn Taimiyah berkata semacam ini?! Bukankah ini berarti ia membangkang kepada apa yang telah difirmankah Allah?! Anda lihat lagi ayat lainnya dari firman Allah tentang perkataan-perkataan orang kafir tersebut:

وَجَعَلُوا للهِ مِمَّا ذَرَأَ مِنَ الْحَرْثِ وَاْلأَنْعَامِ نَصِيبًا فَقَالُوا هَذَا للهِ بِزَعْمِهِمْ وَهَذَا لِشُرَكَآئِنَا فَمَاكَانَ لِشُرَكَآئِهِمْ فَلاَيَصِلُ إِلَى اللهِ وَمَاكَانَ للهِ فَهُوَ يَصِلُ إِلَى شُرَكَآئِهِمْ (الأنعام: 136)

”Lalu mereka berkata sesuai dengan prasangka mereka: ”Ini untuk Allah dan ini untuk berhala-berhala kami”. Maka sajian-sajian yang diperuntukan bagi berhala-berhala mereka tidak sampai kepada Allah; dan saji-sajian yang diperuntukan bagi Allah maka sajian-sajian tersebut sampai kepada berhala mereka” (QS. al-An’am: 136).
Lihat, dalam ayat ini orang-orang musyrik tersebut mendahulukan sesembahan-sesembahan mereka atas Allah dalam perkara-perkara sepele.

Kemudian lihat lagi ayat lainnya tentang keyakinan orang-orang musyrik, Allah berkata kepada mereka:

و َمَانَرَى مَعَكُمْ شُفَعَآءَكُمُ الَّذِينَ زَعَمْتُمْ أَنَّهُمْ فِيكُمْ شُرَكَاؤُا (الأنعام: 94)

”Dan Kami tidak melihat bersama kalian para pemberi syafa’at bagi kalian (sesembahan/berhala) yang kamu anggap bahwa mereka itu sekutu-sekutu tuhan di antara kamu”(QS. al-An’am: 94).
Dalam ayat ini dengan sangat nyata bahwa orang-orang kafir tersebut berkeyakinan bahwa sesembahan-sesembahan mereka memberikan mafa’at kepada mereka. Itulah sebabnya mengapa mereka mengagung-agungkan berhala-berhala tersebut.

Lihat, apa yang dikatakan Abu Sufyan; ”dedengkot” orang-orang musyrik di saat perang Uhud, ia berteriak: ”U’lu Hubal” (maha agung Hubal), (Hubal adalah salah satu berhala terbesar mereka). Lalu Rasulullah menjawab teriakan Abu Sufyan: ”Allâh A’lâ Wa Ajall” (Allah lebih tinggi derajat-Nya dan lebih Maha Agung).

Anda pahami teks-teks ini semua maka anda akan paham sejauh mana kesesatan mereka yang membagi tauhid kepada dua bagian tersebut!! Dan anda akan paham siapa sesungguhnya Ibn Taimiyah yang telah menyamakan antara orang-orang Islam ahli tauhid dengan orang-orang musyrik para penyembah berhala tersebut, yang menurutnya mereka semua sama dalam tauhid Rubûbiyyah!”.

Wahabi Yang Plin Plan

2 komentar
Aku baru saja membaca blognya Firanda Andurjana disini http://firanda.com/index.php/artikel/bantahan/303-membongkar-koleksi-dusta-syaikh-idahram-6-ciri-ciri-khawarij-yang-dipaksakan-oleh-idahram-harus-cocok-dengan-ciri-ciri-kaum-salafy-wahabi

Tetapi pada tulisan kali ini aku tidak bermaksud untuk membela Syaikh Idahram. Perhatianku justru tertarik kepada tulisannya berikut ini
Secara jelas terlihat Firanda memasukkan nama Asya'iroh atau Asy'ariyyah kedalam golongan sekte sesat versinya. Tetapi yang lucunya seakan tanpa malu di halaman yang sama justru dia menjadikan ulama Asy'ariyah sebagai rujukan hujjahnya.

Dimana kau taruh mukamu wahai Firanda sehingga tanpa rasa malu mengutip-ngutip ilmu dari ulama yang sektenya Kau anggap sesat?, dan tentu saja bukan hanya Firanda yang menganggap Asy'ariah sesat melainkan wahabi, lihatlah apa pendapat syaikh-syaikh mereka


Asy-Syaikh Ahmad bin Yahya an-Najmi

Pendapat yang benar, Asy’ariyah dan Maturidiyah termasuk kelompok ahlul bid’ah, tidak boleh seorang pun menyatakan Asy’ariyah adalah Ahlus Sunnah. Barang siapa yang menyatakan dua kelompok ini Ahlus Sunnah wal Jamaah berarti telah menjerumuskan dirinya dalam kesalahan fatal dan bahaya yang besar. (At Ta’kid hlm. 7)

Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan pernah ditanya, “Apakah Asy’ariyah dan Maturidiyah termasuk Ahlus Sunnah?”Beliau menjawab, “Mereka tidak teranggap sebagai Ahlus Sunnah. Tidak ada seorang pun yang menggolongkan mereka ke dalam Ahlus Sunnah wal Jamaah. Mereka memang menamakan diri mereka termasuk Ahlus Sunnah akan tetapi mereka bukanlah Ahlus Sunnah.” (Lihat Ta’kid Musallamat Salafiyah, hlm. 19—30)

Memang beginilah keadaan wahabi. Mereka tidak pernah konsisten didalam memegang ucapan. Di satu sisi mencelanya secara habis-habisan tetapi disisi lain justru mengambil ilmunya secara habis-habisan. Tapi mau gimana lagi? Bisa apa wahabi tanpa mengutip ilmu dari Ulama Asy'ari yang mereka anggap sesat itu? Meskipun dengan lantang mereka selalu berteriak "Jangan mengambil ilmu dari ahlul bid'ah (bid'ah versi mereka tentunya) dan jangan bermajelis dengan Ahlul Bid'ah" (Lihat disini http://almanhaj.or.id/content/2602/slash/0/jangan-mengambil-ilmu-dari-ahli-bidah/), tetapi ikrar tersebut bisa di simpan lagi jika memiliki kepentingan. Secara jujur mau nggak mau memang harus mengambil  ilmu dari Asy'ariyah juga.

Berikut kutipan dialog Syaikh Al Fauzan dari As-ilah Al Manaahij, Syaikh Sholeh bin Fauzan bin ‘Abdillah Al Fauzan, hal. 235-238

Syaikh Sholeh Al Fauzan hafizhohullah ditanya,
Sebagian orang ada yang menyebut mubtadi’ (ahlu bid’ah) pada sebagian ulama besar seperti Ibnu Hajar, An Nawawi, Ibnu Hazm, Asy Syaukani, dan Al Baihaqi. Apakah benar perkataan mereka?
Jawaban Syaikh hafizhohullah,
Para imam yang telah disebutkan itu memiliki banyak keutamaan, ilmu yang luas, memberi faedah yang banyak bagi umat, bersungguh-sungguh dalam menjaga dan menebarkan sunnah, mereka pun memiliki banyak tulisan, kebaikan ini semua telah menutupi kesalahan-kesalahan yang mereka perbuat –semoga Allah merahmati mereka-.
Perkara menyatakan mereka-mereka tadi sebagai mubtadi’ (karena kesalahan yang mereka perbuat, pen), maka kami nasehatkan kepada para penuntut ilmu (yang belajar Islam), janganlah tersibukkan dengan hal semacam itu. Karena hal itu hanya akan menghalangi kita mendapatkan ilmu.
Orang-orang yang melakukan semacam ini akan terhalangi dari mendapatkan ilmu. Waktunya akan habis tersibukkan dengan fitnah semacam itu. Ia pun lebih suka ada perdebatan (perselisihan). Aku nasehatkan kepada semua untuk terus menunut ilmu dan tetap semangat meraihnya. Menyibukkan diri dalam hal semacam itu, sungguh tidak ada faedah di dalamnya.
Perlu diketahui bahwa An Nawawi, Ibnu Hazm, Ibnu Hajr, Asy Syaukani, Al Baihaqi, kesemuanya adalah ulama-ulama besar. Mereka adalah ulama yang tsiqoh (kredibel) menurut para ulama. Mereka punya karya tulis yang amat banyak, tulisan mereka pun jadi rujukan kaum muslimin, sehingga itu semua sudah menutupi kesalahan-kesalahan yang mereka perbuat –semoga Allah merahmati mereka-.

Ringkasnya Syaikh Fauzan menyadari kelemahan kelompok wahabinya, didalam hatinya mengakui akan keluasan ilmu yang di miliki ulama-ulama Asy'ariyyah merupakan suatu hal yang konyol jika mengabaikan kitab-kitab mereka. Memang tidak bisa dibantah oleh siapapun jika didalam mazhab Syafi'i yang dianggap wahabi sebagai ta'asub dan mazhab Asy'ariyyah yang wahabi anggap sesat dipenuhi sederet ulama-ulama yang mumpuni di berbagai cabang ilmu syari'ah, lebih-lebih lagi didalam ilmu hadits. Dan wahabi pun mengakui bahwa nama-nama tersebut merupakan Profesor-profesor besar didalam keilmuan. Tetapi meskipun begitu kesombongan tetap masih ada didalam hati mereka, lihat kalimat Syaikh Fauzan "sehingga itu semua sudah menutupi kesalahan-kesalahan yang mereka perbuat", apa maksud perkataan ini? Logiskah perkataan tersebut meluncur dari ucapannya? seolah-olah Syaikh Fauzan merasa dirinya lebih pintar dan lebih alim dalam memahami yang haq dan yang bathil ketimbang Imam Ibnu Hajar, Imam Nawawi, Imam Baihaqi, Imam Syaukani dan Ibn Hazm.

Inikah kesombongan itu? wallahu a'lam, Aku hanya mengingatkan bahwa Sombong adalah dosa yang pertama kali dilakukan oleh mahluk ciptaan Allah yaitu Iblis ketika menolak peritah Allah SWT agar iblis bersujud kepada Nabi Adam AS. Akhirnya iblispun dikeluarkan dari surga, dan dengan segala tipu dayanya  mengajak manusia untuk berbuat dosa dan maksiat sehingga pada akhirnya muncul berbagai macam dosa lainnya. Astagfirulah….!!!, dan masih banyak lagi keburukan-keburukan sifat sombong yang tertera di dalam Al-Qur'an dan Hadits, semoga kalian (wahabi) tidak begitu.

Tetapi aku melihat sungguh lucu apa yang dipertontonkan wahabi. Mereka tak ubahnya  memakan muntahannya sendiri. Disatu sisi mereka  mencela Asy'ariyah secara habis-habisan tetapi disisi lain justru tidak mampu berhujjah apa-apa tanpa kitab-kitab para ulama Asy'ariyah. Disatu sisi mereka mencela habis-habisan ta'asub tetapi disisi lain justru mereka memperlihatkan rasa ta'asub yang kentara, disisi satu sisi mereka mencela ghuluw secara habis-habisan sementara disisi lain mereka justru ghuluw kepada pendapat diri mereka sendiri. Inilah yang orang-orang bilang plin plan.




Waspadai Bahaya Laten Wahabi

4 komentar

…Kita telah lama menjaga dengan hati-hati upaya mendiskreditkan para ulama non-Yahudi (termasuk Imam Mazhab yang empat) dalam rangka menghancurkan misi mereka, yang pada saat ini dapat secara serius menghalangi misi kita. Pengaruh mereka atas masyarakat mereka berkurang dari hari ke hari. Kebebasan hati nurani yang bebas dari paham agama telah dikumandangkan dimana-mana. Tinggal masalah waktu maka agama-agama itu akan bertumbangan…..

Ditengarai kaum Yahudi yang dikenal sekarang dengan kaum Zionis Yahudi berupaya menghilangkan peranan Imam Mazhab yang empat sebagai pemimpin atau imam ijtihad kaum muslim (Imam Mujtahid Mutlak).

Begitu halus cara mereka mencitrakan buruk atau mendiskreditkan Imam Mazhab yang empat, contohnya dengan slogan-slogan seperti

"Kembali kepada Al Qur'an dan As Sunnah dengan pemahaman Salafush Sholeh" dan "Imam Mazhab yang empat tidak maksum"

Slogan seperti ini seolah mengatakan bahwa kaum muslim pada umumnya yang menggikuti salah satu dari Imam Mazhab yang empat tidak berdasarkan Al Qur'an dan As Sunnah sesuai pemahaman para Salafush Sholeh hanya mengikuti pemahaman Imam Mazhab yang yang empat yang tidak maksum

Imam Mazhab yang empat tentu tidak maksum namun Imam Mazhab yang empat berkompetensi sebagai Imam Mujtahid Mutlak sehingga kemungkinan salah dalam memahami Al Qur'an dan As Sunnah sangat kecil sekali. Terbukti nyaris tidak ada ulama yang menyanggah atau membantah apa yang telah disampaikan Imam Mazhab yang empat

Allah ta’ala berfirman yang artinya “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar“. (QS at Taubah [9]:100)

Dari firmanNya tersebut dapat kita ketahui bahwa orang-orang yang diridhoi oleh Allah Azza wa Jalla adalah orang-orang yang mengikuti Salafush Sholeh.

Sedangkan orang-orang yang mengikuti Salafush Sholeh yang paling awal dan utama adalah Imam Mazhab yang empat karena Imam Mazhab yang empat bertemu dan bertalaqqi (mengaji) dengan Salafush Sholeh sehingga Imam Mazhab yang empat mendapatkan pemahaman Salafush Sholeh dari lisannya langsung dan Imam Mazhab yang empat melihat langsung cara beribadah atau manhaj Salafush Sholeh.

Imam Mazhab yang empat adalah para ulama yang sholeh dari kalangan “orang-orang yang membawa hadits” yakni membawanya dari Salafush Sholeh yang meriwayatkan dan mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam

Jadi kalau kita ingin bertemu dan bertalaqqi (mengaji) dengan Sayyidina Muhammad Rasulullah shallallahu alaihi wasallam maka kita menemui dan bertalaqqi (mengaji) dengan para ulama yang sholeh dari kalangan "orang-orang yang membawa hadits"

Para ulama yang sholeh dari kalangan "orang-orang yang membawa hadits" adalah para ulama yang sholeh yang mengikuti salah satu dari Imam Mazhab yang empat

Para ulama yang sholeh yang mengikuti dari Imam Mazhab yang empat adalah para ulama yang sholeh yang memiliki ketersambungan sanad ilmu (sanad guru) dengan Imam Mazhab yang empat atau para ulama yang sholeh yang memiliki ilmu riwayah dan dirayah dari Imam Mazhab yang empat.

Bahkan kalau melalui para ulama yang sholeh dari kalangan ahlul bait, keturunan cucu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pada umumnya memiliki ketersambungan dengan lisannya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melalui dua jalur yakni

1. Melalui nasab (silsilah / keturunan). Pengajaran agama baik disampaikan melalui lisan maupun praktek yang diterima dari orang tua-orang tua mereka terdahulu tersambung kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam

2. Melalui sanad ilmu atau sanad guru. Pengajaran agama dengan bertalaqqi (mengaji) dengan para ulama yang sholeh yang mengikuti Imam Mazhab yang empat yakni para ulama yang sholeh memiliki ilmu riwayah dan dirayah dari Imam Mazhab yang empat atau para ulama yang sholeh yang memiliki ketersambungan sanad ilmu atau sanad guru dengan Imam Mazhab yang empat

Sehingga para ulama yang sholeh dari kalangan ahlul bait, keturunan cucu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam lebih terjaga kemutawatiran sanad, kemurnian agama dan akidahnya.

Berhati-hatilah dengan para ulama dari kalangan "orang-orang yang membaca hadits"

Para ulama dari kalangan “orang-orang yang membaca hadits” yakni para ulama yang mengaku-aku mengikuti atau menisbatkan kepada Salafush Sholeh namun tidak bertemu atau bertalaqqi (mengaji) dengan Salafush Sholeh. Apa yang mereka katakan sebagai pemahaman Salafush Sholeh adalah ketika mereka membaca hadits, tentunya ada sanad yang tersusun dari Tabi’ut Tabi’in , Tabi’in dan Sahabat. Inilah yang mereka katakan bahwa mereka telah mengetahui pemahaman Salafush Sholeh. Bukankah itu pemahaman mereka sendiri terhadap hadits tersebut.

Mereka berijtihad dengan pendapatnya terhadap hadits tersebut. Apa yang mereka katakan tentang hadits tersebut, pada hakikatnya adalah hasil ijtihad dan ra’yu mereka sendiri. Sumbernya memang hadits tersebut tapi apa yang mereka sampaikan semata lahir dari kepala mereka sendiri. Sayangnya mereka mengatakan kepada orang banyak bahwa apa yang mereka sampaikan adalah pemahaman Salafush Sholeh.

Tidak ada yang dapat menjamin hasil upaya ijtihad mereka pasti benar dan terlebih lagi mereka tidak dikenal berkompetensi sebagai Imam Mujtahid Mutlak. Apapun hasil ijtihad mereka, benar atau salah, mereka atasnamakan kepada Salafush Sholeh. Jika hasil ijtihad mereka salah, inilah yang namanya fitnah terhadap Salafush Sholeh. Fitnah dari orang-orang yang serupa dengan Dzul Khuwaishirah dari Bani Tamim Al Najdi yang karena kesalahpahamannya atau karena pemahamannya telah keluar (kharaja) dari pemahaman mayoritas kaum muslim (as-sawad al a’zham) sehingga berani menghardik Rasulullah shalallahu alaihi wasallam

Telah bercerita kepada kami Abu Al Yaman telah mengabarkan kepada kami Syu’aib dari Az Zuhriy berkata, telah mengabarkan kepadaku Abu Salamah bin ‘Abdur Rahman bahwa Abu Sa’id Al Khudriy radliallahu ‘anhu berkata; Ketika kami sedang bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang sedang membagi-bagikan pembagian(harta), datang Dzul Khuwaishirah, seorang laki-laki dari Bani Tamim, lalu berkata; Wahai Rasulullah, tolong engkau berlaku adil. Maka beliau berkata: Celaka kamu!. Siapa yang bisa berbuat adil kalau aku saja tidak bisa berbuat adil. Sungguh kamu telah mengalami keburukan dan kerugian jika aku tidak berbuat adil. Kemudian ‘Umar berkata; Wahai Rasulullah, izinkan aku untuk memenggal batang lehernya!. Beliau berkata: Biarkanlah dia. Karena dia nanti akan memiliki teman-teman yang salah seorang dari kalian memandang remeh shalatnya dibanding shalat mereka, puasanya dibanding puasa mereka. Mereka membaca Al Qur’an namun tidak sampai ke tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama seperti melesatnya anak panah dari target (hewan buruan). (HR Bukhari 3341)

orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah, kabilah Bani Tamim dari Najd yang karena kesalahpahamannya atau pemahamannya telah keluar (kharaja) dari pemahaman mayoritas kaum muslim (as-sawad al a’zham) sehingga membunuh kaum muslim dan membiarkan para penyembah berhala

Telah menceritakan kepada kami Hannad bin As Sari telah menceritakan kepada kami Abul Ahwash dari Sa’id bin Masruq dari Abdurrahman bin Abu Nu’m dari Abu Sa’id Al Khudri ia berkata; Ketika Ali bin Abi Thalib berada di Yaman, dia pernah mengirimkan emas yang masih kotor kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Lalu emas itu dibagi-bagikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada empat kelompok. Yaitu kepada Aqra` bin Habis Al Hanzhali, Uyainah bin Badar Al Fazari, Alqamah bin Ulatsah Al Amiri, termasuk Bani Kilab dan Zaid Al Khair Ath Thay dan salah satu Bani Nabhan. Abu Sa’id berkata; Orang-orang Quraisy marah dengan adanya pembagian itu. kata mereka, Kenapa pemimpin-pemimpin Najd yang diberi pembagian oleh Rasulullah, dan kita tidak dibaginya? maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun menjawab: Sesungguhnya aku lakukan yang demikian itu, untuk membujuk hati mereka. Sementara itu, datanglah laki-laki berjenggot tebal, pelipis menonjol, mata cekung, dahi menjorok dan kepalanya digundul. Ia berkata, Wahai Muhammad! Takutlah Anda kepada Allah! Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Siapa pulakah lagi yang akan mentaati Allah, jika aku sendiri telah mendurhakai-Nya? Allah memberikan ketenangan bagiku atas semua penduduk bumi, maka apakah kamu tidak mau memberikan ketenangan bagiku? Abu Sa’id berkata; Setelah orang itu berlaku, maka seorang sahabat (Khalid bin Al Walid) meminta izin kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk membunuh orang itu. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda: Dari kelompok orang ini, akan muncul nanti orang-orang yang pandai membaca Al Qur`an tetapi tidak sampai melewati kerongkongan mereka, bahkan mereka membunuh orang-orang Islam, dan membiarkan para penyembah berhala; mereka keluar dari Islam seperti panah yang meluncur dari busurnya. Seandainya aku masih mendapati mereka, akan kumusnahkan mereka seperti musnahnya kaum ‘Ad. (HR Muslim 1762)

Yang dimaksud "membiarkan penyembah berhala" adalah membiarkan kaum Yahudi yang sekarang dikenal sebagai kaum Zionis Yahudi atau disebut juga dengan freemason, iluminati, lucifier yakni kaum yang meneruskan keyakinan pagan (paganisme) atau penyembah berhala

Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Dan setelah datang kepada mereka seorang Rasul dari sisi Allah yang membenarkan apa (kitab) yang ada pada mereka, sebahagian dari orang-orang yang diberi kitab (Taurat) melemparkan kitab Allah ke belakang (punggung)nya, seolah-olah mereka tidak mengetahui (bahwa itu adalah kitab Allah). Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir).” (QS Al Baqarah [2]:101-102 )

Hasutan atau gahzwul fikri (perang pemahaman) menerpa orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah at Tamimi al Najdi karena berinteraksi atau bergaul dengan kaum Zionis Yahudi yang meninggalkan Taurat dan meyakini kitab Talmud berdasarkan keyakian paganisme

Paganisme berasal dari suku-suku pagan kuno merupakan suku-suku penyembah Dewa Matahari. dan lain lain. Mereka berkeyakinan bahwa alam tuhan itu berada di langit yakni alam dewa-dewa. Alam dewa selalu dikaitkan dengan alam tinggi, yang dipersepsi berada di langit, dalam arti ruang yang sesungguhnya. Sehingga, kita sering mendengar cerita-cerita tentang ‘turunnya’ para dewa-dewi, bidadari dari langit nun jauh di sana menuju ke Bumi. Mereka terikat oleh satu kepercayaan yang berasal dari sistem kepercayaan kuno Kabbalah yang terurai dalam kitab Talmud yang merupakan kitab suci iblis yang diyakini kaum pagan kuno dan juga mewarnai banyak sisi dalam kehidupan mereka.

Orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah at Tamimi al Najdi yang karena kesalahpahamannya atau karena pemahamannya telah keluar (kharaja) dari pemahaman mayoritas kaum muslim (as-sawad al a’zham) sehingga berani menghardik Rasulullah shallallahu alaihi wasallam

Telah menceritakan kepada kami Hannad bin As Sari telah menceritakan kepada kami Abul Ahwash dari Sa’id bin Masruq dari Abdurrahman bin Abu Nu’m dari Abu Sa’id Al Khudri ia berkata; Ketika Ali bin Abi Thalib berada di Yaman, dia pernah mengirimkan emas yang masih kotor kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Lalu emas itu dibagi-bagikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada empat kelompok. Yaitu kepada Aqra` bin Habis Al Hanzhali, Uyainah bin Badar Al Fazari, Alqamah bin Ulatsah Al Amiri, termasuk Bani Kilab dan Zaid Al Khair Ath Thay dan salah satu Bani Nabhan. Abu Sa’id berkata; Orang-orang Quraisy marah dengan adanya pembagian itu. kata mereka, Kenapa pemimpin-pemimpin Najd yang diberi pembagian oleh Rasulullah, dan kita tidak dibaginya? maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun menjawab: Sesungguhnya aku lakukan yang demikian itu, untuk membujuk hati mereka. Sementara itu, datanglah laki-laki berjenggot tebal, pelipis menonjol, mata cekung, dahi menjorok dan kepalanya digundul. Ia berkata, Wahai Muhammad! Takutlah Anda kepada Allah! Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Siapa pulakah lagi yang akan mentaati Allah, jika aku sendiri telah mendurhakai-Nya? Allah memberikan ketenangan bagiku atas semua penduduk bumi, maka apakah kamu tidak mau memberikan ketenangan bagiku? Abu Sa’id berkata; Setelah orang itu berlaku, maka seorang sahabat (Khalid bin Al Walid) meminta izin kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk membunuh orang itu. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda: Dari kelompok orang ini, akan muncul nanti orang-orang yang pandai membaca Al Qur`an tetapi tidak sampai melewati kerongkongan mereka, bahkan mereka membunuh orang-orang Islam, dan membiarkan para penyembah berhala; mereka keluar dari Islam seperti panah yang meluncur dari busurnya. Seandainya aku masih mendapati mereka, akan kumusnahkan mereka seperti musnahnya kaum ‘Ad. (HR Muslim 1762)

Orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah at Tamimi al Najdi pulalah yang karena kesalahpahamannya atau karena pemahamannya telah keluar (kharaja) dari pemahaman mayoritas kaum muslim (as-sawad al a’zham) sehingga berani menghardik Sayyidina Ali bin Abi Thalib telah berhukum dengan thagut, berhukum dengan selain hukum Allah. Bahkan mereka sampai membunuh Sayyidina Ali ra

Abdurrahman ibn Muljam adalah seorang yang sangat rajin beribadah. Shalat dan shaum, baik yang wajib maupun sunnah, melebihi kebiasaan rata-rata orang di zaman itu. Bacaan Al-Qurannya sangat baik. Karena bacaannya yang baik itu, pada masa Sayyidina Umar ibn Khattab ra, ia diutus untuk mengajar Al-Quran ke Mesir atas permintaan gubernur Mesir, Amr ibn Al-’Ash. Namun, karena ilmunya yang dangkal (pemahamannya tidak melampaui tenggorokannya) , sesampai di Mesir ia malah terpangaruh oleh hasutan (gahzwul fikri) orang-orang Khawarij yang selalu berbicara mengatasnamakan Islam, tapi sesungguhnya hawa nafsu yang mereka turuti. Ia pun terpengaruh. Ia tinggalkan tugasnya mengajar dan memilih bergabung dengan orang-orang Khawarij sampai akhirnya, dialah yang ditugasi menjadi eksekutor pembunuhan Imam Sayyidina Ali ra.

Semasa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memang belum terjadi fitnah dikarenakan orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah. Sebab, saat para Sahabat ingin memerangi mereka, oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dicegah. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tahu di belakangnya ada teman-teman mereka yang sifatnya sama. Sangat mungkin saat temannya dianiaya, mereka akan mengobarkan perang melawan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan Sahabatnya. Padahal, mereka bukan orang “kafir” karena shalat, shaum, dan ritual mereka boleh dikatakan di atas rata-rata orang kebanyakan. Tidak akan ada yang menyangka bahwa mereka adalah orang-orang yang akan merusak Islam.

Orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah at Tamimi al Najdi diusir atau diisolasi oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam kesebuah kampung bernama Haruri terletak dekat kufah, Iraq. Mereka disebut juga kaum Haruriyyah

Dan Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab ia berkata, saya mendengar Yahya bin Sa’id berkata, telah mengabarkan kepadaku Muhammad bin Ibrahim dari Abu Salamah dan Atha` bin Yasar bahwa keduanya mendatangi Abu Sa’id Al Khudri dan bertanya tentang Al Haruriyyah, “Apakah Anda pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutnya?” Abu Sa’id menjawab, “Saya tidak tahu, siapakah sebenarnya Al Haruriyyah itu. Tetapi, saya telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Akan keluar dari umat ini -dan beliau tidak mengatakan- darinya suatu kaum, yang mereka akan meremehkan shalat kalian. kemudian mereka membaca Al Qur`an, namun tidak sampai melewati kerongkongan mereka. Mereka keluar dari Islam, sebagaimana meluncurnya anak panah dari busurnya, hingga sang pemanah pun melihat ujung dari anak panah itu, apakah memuncratkan darah.’” (HR Muslim 1764)

Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Basysyar Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja’far Telah menceritakan kepada kami Syu’bah dari ‘Amru bin Murrah dari Mush’ab bin Sa’ad dia berkata; Aku bertanya kepada Bapakku mengenai firman Allah; Katakanlah: Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya? apakah mereka orang Harury? Bapakku menjawab; bukan, mereka adalah Yahudi dan Nashrani. Adapun orang-orang Yahudi, mereka telah mendustakan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Sedangkan Nashrani mereka telah mengingkari surga. Mereka mengatakan; didalamnya tidak ada makanan dan minuman. Adapun Haruriy mereka adalah orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh… dan Sa’ad menamakan mereka sebagai orang-orang yang fasik. (HR Bukhari 4359)

Dan telah menceritakan kepada kami Abd bin Humaid telah mengabarkan kepada kami Abdurrazzaq telah mengabarkan kepada kami Ma’mar dari Ashim dari Mu’adzah dia berkata, “Saya bertanya kepada Aisyah seraya berkata, ‘Kenapa gerangan wanita yang haid mengqadha’ puasa dan tidak mengqadha’ shalat? ‘ Maka Aisyah menjawab, ‘Apakah kamu dari golongan Haruriyah? ‘ Aku menjawab, ‘Aku bukan Haruriyah, akan tetapi aku hanya bertanya.’ Dia menjawab, ‘Kami dahulu juga mengalami haid, maka kami diperintahkan untuk mengqadha’ puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha’ shalat’.” (HR Muslim 508)

Orang-orang serupa Dzul Khuwaishirah dari Bani Tamim al Najdi , mereka membaca Al Qur`an dan mereka menyangka bahwa Al Qur`an itu adalah (hujjah) bagi mereka, namun ternyata Al Qur`an itu adalah (bencana) atas mereka

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Akan muncul suatu sekte/firqoh/kaum dari umatku yang pandai membaca Al Qur`an. Dimana, bacaan kalian tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan bacaan mereka. Demikian pula shalat kalian daripada shalat mereka. Juga puasa mereka dibandingkan dengan puasa kalian. Mereka membaca Al Qur`an dan mereka menyangka bahwa Al Qur`an itu adalah (hujjah) bagi mereka, namun ternyata Al Qur`an itu adalah (bencana) atas mereka. Shalat mereka tidak sampai melewati batas tenggorokan. Mereka keluar dari Islam sebagaimana anak panah meluncur dari busurnya”. (HR Muslim 1773)

Orang-orang serupa Dzul Khuwaishirah dari Bani Tamim al Najdi yakni anak-anak muda yang belum memahami agama dengan baik, mereka seringkali mengutip ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi, tapi itu semua dipergunakan untuk menyesatkan, atau bahkan untuk mengkafirkan orang-orang yang berada di luar kelompok mereka. Padahal kualitas iman mereka sedikitpun tidak melampaui kerongkongan mereka.

Telah bercerita kepada kami Muhammad bin Katsir telah mengabarkan kepada kami Sufyan dari Al A’masy dari Khaitsamah dari Suwaid bin Ghafalah berkata, ‘Ali radliallahu ‘anhu berkata; Sungguh, aku terjatuh dari langit lebih aku sukai dari pada berbohong atas nama beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dan jika aku sampaikan kepada kalian tentang urusan antara aku dan kalian, (ketahuilah) bahwa perang itu tipu daya. Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang bersabda: Akan datang di akhir zaman orang-orang muda dalam pemahaman (lemah pemahaman atau sering salah pahaman). Mereka berbicara dengan ucapan manusia terbaik (Khairi Qaulil Bariyyah, maksudnya suka berdalil dengan Al Qur’an dan Hadits)) namun mereka keluar dari agama bagaikan anak panah melesat keluar dari target buruan yang sudah dikenainya. Iman mereka tidak sampai ke tenggorokan mereka. (HR Bukhari 3342)

Jadi orang-orang serupa Dzul Khuwaishirah dari Bani Tamim al Najdi adalah orang-orang yang merasa paling benar sehingga berani menghardik Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, berani menghardik. melaknat, membenci Sayyidina Ali ra dan keturunannya atau dengan kata lain mereka yang membenci para ulama yang sholeh dari kalangan ahlul bait, keturunan cucu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang disebut dengan kaum Nashibi (An-Nawaashib mufradnya naashib) serta mereka yang berani menghardik atau membenci para ulama yang sholeh yang memiliki ilmu riwayah dan dirayah dari Imam Mazhab yang empat yang bertemu dan bertalaqqi (mengaji) dengan Salafush Sholeh yang meriwayatkan dan mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam atau yang disebut mereka yang anti mazhab.

Ketika Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat Menyetarakan Dirinya Dengan Imam Hadits?

116 komentar
 Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat, siapa yang tidak kenal nama ini? kalangan Salafiyyun pasti sudah pernah mendengar namanya. Beliau termasuk salah seorang Ustadz papan atas kalangan salafiyyun diantara ribuan asatidz salafiyyun lainnya. Lebih-lebih lagi laki-laki ini sering mengisi kajian di TV Rodja, selain itu beliau juga sering mengisi kajian di Masjid Jami Al-Mubarak Krukut Jl. Gajah Mada Pos Kota Jakarta. Tidak ayal di mata para salafiyyun Indonesia beliau adalah termasuk salah satu 'orang suci' diantara asatidz mereka. Salah satu kitab yang disusunnya 'Al Masail' di kalangan salafi dianggap sebagai  karya yang fenomenal sampai-sampai mereka dengan bangganya menyebut sang ustadz dengan julukan PAKAR HADITS DARI INDONESIA. Lebih-lebih lagi salafiyyun yang berasal dari kelompok Ihya Ut Turots/Ihya At Turots/Turotsi/IT/.

Julukan Pakar Hadits Dari Indonesia tersebut bukan tanpa alasan, dari berbagai 'gebrakannya' terlihat bahwa Sang Ustadz ini sangat hobi menelaah, meneliti, memperhatikan (- sendiri tanpa guru? -) bahkan memberi status kepada hadits.

 Marilah kita lihat bagaimana sepak terjang 'Pakar Hadits Indonesia Ini' dalam aksinya menelaah hadits di sebuah majalah jaringannya, As Sunnah, Solo. "Saya berkata: isnadnya Hasan”. Bahkan  didalam sebuah berjudul "25 Masalah Penting Dalam Islam" karangannya yang diterbitkan oleh Yayasan Al Anshor, beliau dengan percaya dirinya memberikan kritikan terhadap sanad-sanad dan rawi hadits sampai ke tahapan memberi status terhadap hadis tersebut,

Mari kita lihat buku tersebut beliau menulis : “Saya berkata, bahkan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah itu dari jalan Ali bin Abi Thalib bukan hanya dho’if tapi hadits maudlu (palsu). Karena di sanadnya ada seorang bernama Abu Bakar bin Abdullah bin Muhammad bin Abi Sabrah. Dia ini seorang pemalsu hadits”(25 Masalah Penting Dalam Islam, Abdul Hakim Abdat, Al-Anshor, hal.186)."

Pada halaman lain 'sang pakar' ini menyebutkan hadits tentang bacaan Mu’awwidzaat di belakang tiap-tiap shalat (wajib) yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad, Abu Daud, Nasa’i, Ibnu Hibban, Hakim dan Ibnu Khuzaimah, semuanya dari jalan Al-Laits bin Sa’ad, dari Hunain bin Abi Hakim dari Ali bin Rabaah dari ‘Uqbah bin Amir; Imam Hakim mengatakan:”Shahih atas syarat Muslim”, dan Adz-Dzahabi menyetujuinya. "Saya (Abdul Hakim-peny) berkata: Hadits ini shahih sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Hakim dan Adz-Dzahabi.

Tetapi ketika kita telaah lebih jauh ternyata sangat tidak benar jika hadits tersebut adalah sanad shahih versi syarat muslim !!  Karena, Hunain bin Abi Hakim tidak dipakai oleh Imam Muslim di dalam haditsnya.

Didalam buku karyanya yang dianggap 'fenomenal' oleh salafiyyun Al-Masaa’il Jilid 2, yang diterbitkan Darul Qalam Jakarta, Cetakan I, Th. 1423H/2002M 'Sang Muhaddits Indonesia' ini kembali melakukan aksinya.

"Saya berkata : Hadits ini derajatnya maudlu’, Sanad hadits ini mempunyai dua penyakit....dst dst."

Demikianlah beberapa aksinya yang di jabarkan disini yang memang cukup membuat decak kagum pengikutnya, sehingga tak heran julukan Pakar Hadits Fenomenal, Pakar Hadits Indonesia langsung diberikan kepadanya, karena Abdul Hakim Abdat cukup percaya diri dengan perkataannya, bahkan hanya dengan memakai rawi-rawi tsiqah dia sudah bisa mengkritik para Imam ahli hadits dengan dalil-dalilnya karena memakai rawi yang tidak tsiqah.

Memang kegiatan seperti ini biasanya akan mengingatkan kita kepada nama-nama besar dari ulama hadits seperti Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud hingga Ibnu Hajar Al Asqalani, apakah sang ustadz ini sudah menyetarakan dirinya kepada nama-nama diatas? wallahu a'lam.

Tetapi yang jelas kita patut bertanya, Siapakah guru dari Abdul Hakim Abdat ini ?, apakah dia mendalami ilmu hadits dari ulama atau malah hanya belajar secara otodidak tanpa guru ?

Dalam artikel "Sururiyyah Terus Melanda Muslimin Indonesia", yang merupakan transkrip dari kajian Al Ustadz Muhammad Umar As Sewed. Beliau bersaksi tentang keadaan Abdul Hakim Abdat sbb :

"Adapun Abdul Hakim Amir Abdat dari satu sisi lebih parah dari mereka, dan sisi lain sama saja. Bahwasannya dia ini, dari satu sisi lebih parah karena dia otodidak dan tidak jelas belajarnya, sehingga lebih parah karena banyak menjawab dengan pikirannya sendiri. Memang dengan hadits tetapi kemudian hadits diterangkan dengan pikirannya sendiri,…"
"…Ini kekurangan ajarannya Abdul Hakim ini disebabkan karena dia menafsirkan seenak sendiri dan memahami seenaknya sendiri. Tafsirnya dengan Qultu, saya katakan, saya berkata, begitu. Ya.., di dalam riwayat ini…ini… dan saya katakan, seakan-akan dia kedudukannya seperti para ulama, padahal dari mana dia belajarnya?"
"…Sampai disebutkan oleh Syaikh Yahya Al Hajuri di Yaman, ketika ditanyakan tentang Abdul Hakim , "Siapa?", lalu diterangkan kemudian sampai pada pantalon (celana tipis yang biasa dipakai untuk acara resmi ala Barat, berpadu dengan jas dan dasinya, red), “Hah huwa Mubanthal (pemakai panthalon, celana panjang biasa yang memperlihatkan bentuk pantatnya dan kemaluannya itu)", "Iya syaikh", "Allah, yakfi, yakfi, yakfihi annahu mubantol". "Cukup kamu katakan dengan dia memakai panthalon saja untuk dikatakan, "Jangan mengaji sama dia”, sudah cukup bagi saya, apalagi yang lebih dari itu."


Anda juga bisa menyimak artikel berjudul Syaikh Yahya – Siapakah Abdul Hakim bin Amir Abdat, fatwa yang dibawakan Syaikh Yahya Al Hajuri Yaman dan diterjemahkan al Ustadz Qomar ZA, Lc. Juga kaset ustadz Abu Mas’ud saat membantah prinsip sesat Abdul Hakim, ada di Bab XIV Al Muntada Al Sofwa, Menyoroti Kiprah Dakwah Ihya Turots dkk di Indonesia.

Ingat-ingat ya pak ustadz dan pengikut-pengikutnya, belajar ilmu agama tanpa guru adalah kesalahan yang sangat fatal didalam syariah.

Ibnu Mubarak ra berkata : “Ilmu tanpa sanad bagaikan orang yang menaiki loteng tanpa tangga, dan Allah  telah memuliakan ummat ini dengan sanad, dan menjadikannya kekhususan diantara hamba hamba Nya”. (Faidhul Qadir  oleh Imam Abdurrauf Al Manawiy.Juz 1 hal 433)

Imam Malik r.a. berkata: Hendaklah seseorang penuntut itu hafazannya (matan hadith dan ilmu) yang berasal dari ulama, bukan daripada buku /Suhuf (lembaran)”. (lihat Al-Kifayah oleh Imam Al-Khatib m/s 108)

Imam Syafii berkata: “barangsiapa yang bertafaqquh (cuba-coba memahami agama) melalui isi kandungan buku-buku, maka dia akan mensia-siakan hukum (kefahaman yang sebenarnya)”. (lihat Tazkirah As-Sami’: 87)

Imam Syafii juga berkata “Orang yang belajar ilmu tanpa sanad guru bagaikan orang yang mengumpulkan kayu bakar digelapnya malam, ia membawa pengikat kayu bakar yang terdapat padanya ular berbisa dan ia tak tahu” (lihat Faidhul Qadir juz 1 hal 433)

Ibnu Sirrin berkata :
“Sesungguhnya ilmu ini (ilmu sanad) termasuk urusan agama. Oleh karena itu, perhatikanlah dari siapa kamu mengambil ajaran agama kamu”.

Ibn Abdil Bar berkata: “Tidaklah hilang ilmu (agama) melainkan dengan hilangnya sanad-sanad (ilmu agama tersebut)”. (lihat At-Tamhid 1/314)

Bahkan Al-Imam Abu Yazid Al-Bustamiy , quddisa sirruh (LIHAT MAKNA TAFSIR QS.AL-KAHFI 60) ; “Barangsiapa tidak memiliki susunan guru dalam bimbingan agamanya, tidak ragu lagi niscaya gurunya syetan” (LIHAT TAFSIR RUHUL-BAYAN JUZ 5 HAL. 203)

Imam Badruddin ibn Jama’ah berkata: “Hendaklah seseorang penuntut ilmu itu berusaha mendapatkan Syeikh yang mana dia seorang yang menguasai ilmu-ilmu Syariah secara sempurna, yang mana para syeikh itu terpercaya di zamannya yang banyak mengkaji dan dia lama bersahabat dengan para ulama’, bukan berguru dengan orang yang mengambil ilmu hanya dari dada-dada kertas buku dan tidak pula bersahabat dengan para syeikh (ulama’bersanad’) yang agung.”
(lihat Tazkirah As-Sami’ wa Al-Mutakallim 1/38)

Imam Ibn Abi Hatim Al-Razi meriwayatkan dengan sanadnya kepada Abdullah bin ‘Aun bahawasanya beliau berkata: ”Tidak boleh diambil ilmu ini (ilmu hadist dan ilmu agama) melainkan daripada orang yang telah diakui pernah menuntut sebelum itu (pernah meriwayatkan ilmu dari gurunya secara bersanad juga)”. (lihat Al-Jarh Wa At-Ta’dil 1/ 28)


di al mu’jam al kabir imam thabrany 19/395 Al Hafidz di al fath mengatakan” isnadnya baik” 131/1


ورَوى مُسلم فِي صحيحهِ عَن ابن سِيرين أنهُ قَال: ” إنّ هَذا العِلم دِين فانظرُواعمّن تأخذُون دينكُم”.

Imam Muslim dalam shahihnya meriwayatkan dari Ibnu Sirin ia berkata:”bahwa ilmu ini adalah Agama maka lihatlah kepada siapa kalian mengambil agama kalian”


أخرجهُ مُسلم فِي صَحيحهِ: المُقدمة: بَاب بَيان أن الإسنَاد مِن الدِين, وأنَ الرِوَاية لا تكُون إلاّ عَن الثقات, وان جرح الرواةبِما هُو فيهم جَائِز بَل وَاجِب وأنهُ ليسَ مِن الغِيبة المُحرّمة بَل مِن الذبّ عَن الشَريعة المُكرّمة

Hadits tadi diriwayatkan imam Muslim di Muqaddimah shahihnya bab: menerangkan bahwa isnad itu bagian agama dan bahwa meriwayatkan hadits itu tidak boleh terjadi kecuali dari orang yang tsiqot (dipercaya) dan bahwa mencela “periwayatan” itu diperbolehkan asal sesuai dengan kenyataan bahkan wajib bukan termasuk “GHIBAH” yang diharamkan namun dengan tujuan “mempertahankan” syari’at yang dimuliakan.

Imam Abu Hayyan Al Andalusy berkata:


وقَال أبو حَيان الأندلسِي:

يظنّ الغُمْرُ أن الكُتْبَ تَهدي ## أخَا جَهلٍ لإدْراكِ العُلومِ

ومَا يَدري الجهولُ بأنّ فِيها ## غَوامِض حَيّرت عَقلَ الفهيمِ

إذا رُمت العُلومَ بغيرِ شيخٍ ## ضللتَ عَن الصِراط المُستقِيم

وتلتَبِسُ الأمُورُ عليكَ حَتى ## تصيرَ أضلَّ مِن تُوما الحَكيم

Manusi pada umumnya menyangka bahwa kitab kitab itu dapat menuntun orang bodoh untuk menggapai ilmu
padahal orang yang amat bodoh tidak tahu bahwa di dalam kitab kitab itu banyak masalah rumit yang membingungkan akal orang cerdas.
Apabila engkau mencari ilmu tanpa guru maka engkau dapat tersesat dari jalan yang lurus.Maka segala hal yang berkaitan akan menjadi samar buatmu hingga engkau menjadi lebih sesat disbanding si Thomas (Ahli filsafat).

(hasyiyah Al Thalib ibnu Hamdun ala lamiyat al ‘af’al hal 44).


Cukuplah ini sebagai khobar yang kuat bagi kita bahwa sanad sangat penting didalam ilmu syariah, dan hendaknya kita mengambil ilmu bukan dengan sembarang orang, asal lihat pake peci dan bahas hadits lalu kita langsung ngekor, cara seperti ini sangat keliru dan berakibat fatal. Carilah guru yang shaleh yang tawadhu rendah hati dan yang paling penting Memiliki sanad yang jelas agar tidak tersesat didalam pemahaman.

Tulisan ini tidak mengandung unsur kebencian apapun, tulisan ini semata-mata hanya sebuah peringatan dan nasehat dari saya kepada saudara Muslimin Muslimat agar tidak sembarangan memilih guru. Karena salah memilih panutan akan salah pula ilmu kita, salah ilmu kita akan salah pula ibadah kita

Wallahu a'lam